Oleh : Elvis Gadi Kapo
NTT, Infodesanasional.id - Dalam kanca menujuh suatu perubahan yang melekat dengan tatanan pembangunan rakyat yang majemuk sangat dibutuhkan keterbukaan, saran, kritikan yang merupakan suatu pengontrolan. Pengontrolan terhadap kinerja Pemimpin dan sebuah lembaga memang sangat penting dilakukan sebagai bentuk dan tugas tanggung jawab masyarakat secara menyeluruh.
Kadang memang, pelaksanaan pengontrolan ini ditanggap miris oleh pihak-pihak lain. Hal ini diakibatkan karena pihak-pihak tersebut merasa terganggu : eksistensi, kerja dan kepentingan-Nya. Dasar pemikiran seperti ini mengakibatkan tingkat kenyamanan pihak tersebut merasa sangat diskresi : merasa terganggu, tidak tenang/nyaman.
Pada dasarnya kekuasaan itu, atau mereka yang menjadi penguasa, memiliki agenda-agenda tertentu yang cenderung manipulatif, dan hanya mementingkan kepentingan sendiri, ketimbang mementingkan rakyat banyak atau kepentingan bersama. Dari sifat kekuasaan yang cenderung berjalan tanpa ada pengawasan dan kontrol inilah dibutuhkan peran kritis kaum intelektual.
Kekuasaan yang berjalan perlu adanya kontrol dan membutuhkan evaluasi dan pandangan kritis dari kelompok intelektual terhadap kekuasaan. Dengan kritik intelektual diharapkan proses kekuasaan atau pemerintahan bisa berjalan menurut relnya yang benar, yaitu menyejahterakan rakyat dan memajukan daerah.
Di kutip dari ucapan filosof Amerika Noam Chomsky yang mengatakan peran seorang intelektual adalah to speak the truth and to exspose the lies. Yaitu menyuarakan kebenaran dan mengungkapkan kebohongan penguasa, merupakan kenyataan yang relatif tepat sesuai fakta sejarah.
Justru terasa aneh kalau intelektual hanya berdiam diri dan tidak memberikan pandangan kritisnya terhadap jalannya kekuasaan, yang tidak bisa dilepaskan dari kepentingan subjektif atau kepentingan diri sendiri, kelompok dan golongannya.
Setiap manusia memiliki hasrat untuk berkuasa (will to power). Kemudian kekuasaan itu cenderung untuk dipertahankan. Karena dalam kekuasaan itu manusia memungkinkan mendapatkan berbagai fasilitas, baik yang sifatnya material maupun non-material seperti kehormatan, kemuliaan, prestise sosial, kewibawaan dan lainnya.
Di samping itu jika kekuasaan terlepas dari pengawasan kontrol etik, maka cenderung menyimpang, seperti kata Lord Acton bahwa power tends to corrupt, kekuasaan cenderung untuk korupsi. Korupsi yang bersifat materi cenderung merugikan rakyat. Anggaran keuangan daerah yang diselewengkan hanya menyejahterakan sekelompok kecil orang, sedangkan rakyat banyak hidup menderita. Akhirnya, para oknum pemegang kekuasaan dan kelompoknya yang hanya menikmati kekayaan.
Korupsi yang bersifat non-materi bisa juga terjadi, seperti kalangan tertentu yang hanya menikmati kekuasaan, baik secara personal-keluarga seperti munculnya dinasti politik, dimana sebuah keluarga memegang kekuasaan mulai dari bapak, anak, menantu dan lainnya. Atau kekuasaan itu dimiliki oleh suatu kelompok, partai atau golongan.
Munculnya suatu kelompok oligarki, yang mana kekuasaan itu hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Kekuasaan yang menyimpang bukan saja dalam bentuk ingin berkuasa secara lestari, tanpa ada pergantian rezim, namun bisa juga dalam bentuk pemerintahan yang tidak adil, seperti hukum yang tebang pilih, tajam ke bawah, tumpul ke atas, atau tajam ke lawan, dan tumpul ke kawan.
Seiring kerasnya arus riakan dan evorianya sebuah kritikan ke permukaan publik berpengaruh pada kestabilan mental serta pikiran akibat tekanan dan kritikan. Hal ini menimbulkan muncul aksi-aksi yang menciptakan polemik. Lemahnya kesadaran dan pola pikir membuat refleks spontan terhadap gestur tubuh. Gerakan gestur yang tidak terkontrol secara baik inilah mengakibatkan munculnya gerakan dalam suatu kelompok : Premanisme.
Premanisme terbentuk dari kekuatan Oligarki yang merupakan kumpulan sekelompok orang yang memiliki karakter dengan dominan : melaksanakan tugas dan aksi sesuai perintah dan kemauan sendiri tampah memikirkan dampak dan resiko yang akan terjadi. Premanismenjuga terlahir dari sebuah kehidupan di bawa tekanan mental yang tidak stabil. Oleh karena itu aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok ini meresahkan banyak kalangan. Hal ini dikarenakan aksi yang dilakukan lebih bersifat : ANCAMAN & KEKERASAN bahkan menuju pada provokasi dan tindakan anarkis.
Sesungguhnya kritikan ini muncul dampak dari ketidakstabilan sebuah proses. Kritikan bisa terlahir secara spontan tanpa berpikir matang dan kritikan juga terlahir dari pemikiran yang bersumber pada sebuah pantauan kinerja, analisis data dan kajian. Memang kadang, kritkan ini sangat bersifat kritis.
Kritikan adalah sebuah bentuk dukungan positif untuk terciptanya perubahan. Segalah bentuk kritikan sesungguhnya di saring sebagai bentuk representatif KINERJA. Kritikan bukan sebuah ancaman yang ditakutkan, melainkan sebuah MOTIVASI.(***)
Post a Comment for "Kritikan Intelektual Sebagai Kontrol dan Menyuarakan Kebenaran"